Perang Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta setelah semua urusan di Dalat selesai. Meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta diantar oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda untuk menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda.

Sebagai salah satu sosok tokoh kemerdekaan, Mohammad Hatta telah banyak membuat karya bagi bangsa Indonesia yang dirangkum dalam buku Karya Lengkap Bung Hatta Buku 2;Kemerdekaan Dan Demokrasi.

Namun, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto tidak ingin menerima Soekarno dan Mohammad Hatta dan segera memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan itu.

Ketika menerima pertemuan dengan rombongan itu, Nishimura mengungkapkan bahwa sejak siang hari pada 16 Agustus 1945 telah menerima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo sehingga tidak bisa memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Padahal saat bertemu Marsekal Terauchi di Dalat, ia sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia sehingga Soekarno dan Hatta merasa kecewa. Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI.

Setelah pulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda yang diiringi oleh Miyoshi untuk melakukan rapat mempersiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno. Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Sukarni, B.M. Diah Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.

Pada saat merancang teks Proklamasi, tiba-tiba Shigetada Nishijima seolah-olah mencampuri penyusunan teks Proklamasi dengan memberikan saran agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.

Berkaitan dengan pendapat Nishijima, Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, B. M. Diah, Sukarni, Sudiro, dan Sayuti Melik mereka semua tidak setuju dengan pendapat Nishijima, tetapi di beberapa kalangan pendapa Nishijima masih diagungkan.

Setelah semua konsep telah disepakati, maka Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah di mesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman.

Pada awalnya, pembacaan Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, tetapi karena alasan keamanan kemudian pelaksanaan pembacaan Proklamasi dipindahkan ke kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56.

Peserta Upacara 17 Agustus 1945 Membawa Senjata

Sekitar 500 peserta upacara 17 Agutus 145 hadir di peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.Mereka hadir dengan membawa apapun sebagai senjata ke Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Sebab, mereka khawatir dengan keberadaan bala tentara Dai Nippon Jepang yang masih ada di Jakarta meskipun kekuasaannya sudah jatuh ke tangan Sekutu.

Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945

Berikut kronologi peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945.

Menyanyikan Lagu Indonesia Raya

Acara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lagu tersebut diciptakan Wage Rudolf (WR) Soepratman, jurnalis dan penulis lagu yang kelak juga menjadi pahlawan nasional Indonesia. Selesainya proklamasi kemerdekaan Indonesia menandai berdirinya Republik Indonesia.

Pertemuan di Dalat

Setelah Jepang semakin terpojok karena dua kota terbesarnya sudah di bom oleh Amerika Serikat dan pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu.

Dua hari sebelum Jepang menyerah kepada sekutu atau tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1945, tiga tokoh nasional, yang terdiri dari Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan dari Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi merupakan Panglima tentara besar tentara Jepang di Asia Tenggara.

Pada pertemuan yang terjadi di Dalat antara tiga tokoh nasional dan Jenderal Terauchi ada beberapa hal yang disampaikan oleh Jenderal Terauchi, adapun beberapa hal yang disampaikan sebagai berikut.

Pertemuan yang terjadi di Dalat seharusnya menjadi sebuah momentum atau kesempatan Indonesia untuk merdeka. Namun, pada pertemuan yang terjadi di Dalat itu terjadi perbedaan pendapat antara tokoh golongan tua dan golongan muda. Hingga pada akhirnya perdebatan yang terjadi mendapatkan titik temu.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Sejarah Proklamasi

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dilangsungkan pada Jumat, 17 Agustus 1945, atau tanggal 17 Agustus 2605 berdasarkan tahun kalender Jimmu Jepang. Teks proklamasi dibacakan Soekarno, didampingi Mohammad Hatta. Proklamasi kemerdekaan RI berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Mohammad Hatta meminta golongan muda yang bekerja di Kantor Berita Domei untuk memperbanyak memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya, seperti dikutip dari Pasti Bisa Sejarah Indonesia oleh Tim Ganesha Operation. Soekarni, contohnya, bertugas menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembacaan teks proklamasi

Perjalanan panjang bangsa ini menuju kemerdekaan mencapai puncaknya pada 17 Agustus 1945. Sebuah momen di mana bangsa Indonesia, di bawah kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta, memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Jepang.

Naskah proklamasi yang dirumuskan di rumah Laksamana Maeda, setelah peristiwa Rengasdengklok, menjadi bukti tekad bangsa Indonesia untuk berdiri sebagai negara merdeka.

Para pemuda yang dipimpin Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh mendesak kedua tokoh tersebut untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia dari tangan penjajah saat itu, yaitu pemerintah Jepang.

Setelah peristiwa penculikan Rengasdengklok, Soekarno-Hatta kemudian dijemput dan diantar kembali ke Jakarta. Pada saat itu, mereka menetap di kediaman Laksamana Maeda, yang menjamin keselamatan Soekarno, Hatta, dan lainnya.

Soekarno, Hatta, dan Maeda sempat bertemu dengan Mayor Jenderal Nishimura untuk berdiskusi terkait Proklamasi Kemerdekaan RI. Namun Nishimura melarang Soekarno-Hatta dan meminta mereka untuk tidak mengadakan rapat PPKI perihal kemerdekaan.

Sayuti Melik kemudian mengetik naskah tersebut yang ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta. Proses penyusunan naskah Proklamasi disaksikan oleh B.M. Diah, Miyoshi, Sudiro, dan Sukarni. Penulisan teks proklamasi melibatkan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo.

Pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat, Soekarno membacakan teks proklamasi. Dengan pengibaran Bendera Merah Putih dan lantunan lagu "Indonesia Raya," Indonesia secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat

Hari ini, kita merayakan dan menghormati pengorbanan para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan, dan mengenang sejarah panjang yang membawa kita ke titik ini.

Di era inilah peradaban Proto-Melayu dan Deutro-Melayu mulai tumbuh dan berkembang, membentuk peradaban yang lebih maju.

Suara.com - Episode terpenting dalam sejarah perjalanan Indonesia terjadi ketika Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan pada Jumat 17 Agustus 1945 silam.

Momen proklamasi kemerdekaan yang menjadi tonggak penting bagi nasib bangsa Indonesia di kemudian hari itu, faktanya bukan peristiwa yang berdiri sendiri.

Tercatat ada sejumlah peristiwa penting yang mewarnai detik-detik perjalanan hingga akhirnya proklamasi kemerdekaan berhasil dikumandangkan oleh Soekarno bersama Hatta di rumah Pegangsaan Timur 56.

Kronologi peristiwa pembacaan proklamasi kemerdekaan itu dimulai ketika pada 7 September 1944, Perdana Menteri Koiso mengumumkan wilayah Hindia Timur atau Indonesia kala itu, diperkenankan untuk merdeka di kemudian hari.

Baca Juga: Indra Sjafri Singgung Isu Benturan dengan Nova Arianto soal Calon Pengganti Shin Tae-yong: Ini Jebakan Batman

Keputusan Koiso itu mengingat kondisi angkatan perang Jepang yang makin terdesak oleh Amerika terutama setelah jatuhnya Kepulauan Saipan di tangan pasukan tentara Paman Sam.

Pada 1 Maret 1945, Letjen Kuma Kici Harada kemudian mengumumkan pembentukan Douritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Panitia Kemerdekaan sebagai langkah konkret dari janji Perdana Menteri Koiso. Terpilihlah kemudian dr Radjiman Wediodiningrat sebagai Kaico.

Pada 7 Agustus 1945 dimana atas persetujuan Komando Tertinggi Jepang Jenderal Terauchi di Saigon dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI. Soekarno dan Hatta didapuk sebagai ketua dan wakil ketua.

PPKI kemudian mulai bekerja pada 9 Agustus 1945 dimana tugasnya menyelesaikan hal yang berkait dengan kemerdekaan terutama mengenai UUD yang rancangannya telah ada dan diserahkan ke PPKI untuk diterima dan disahkan.

Baca Juga: Ngeri! Klub Berlabel Internasional Kasih Selamat ke Timnas Indonesia Juara Piala AFF U-19 2024

PPKI awalnya hanya beranggota 21 orang, tetapi atas usul Soekarno ditambah dan menjadi 27 orang termasuk ketua dan wakilnya.

Rencananya PPKI dilantik pada 18 Agustus 1945 dan kemerdekaan Indonesia akan disahkan pemerintah Jepang pada 24 Agustus 1945.

Tapi kondisi geopolitik kala itu di kawasan pasifik terutama setelah momen Hiroshima dan Nagasaki dibom atom Amerika membuat Jepang dalam kondisi krisis. Mereka kemudian menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 15 Agustus 1945.

Dikutip dari Rini Yuniarti, BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI terbitan 2003, menyerahnya Jepang atas sekutu itu kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok pemuda gerakan bawah tanah yang menolak menunggu "hadiah" kemerdekaan dari Jepang.

Mereka kemudian menghubungi sejumlah tokoh muda revolusioner diantaranya adalah Sukarni, Wikana serta Chairul Saleh. Para pemuda gerakan bawah tanah ini menginginkan agar kemerdekaan harus segera diproklamasikan mengingat kondisi Jepang yang kala itu telah melemah pengaruhnya.

Lebih jauh, ketika situasi di Indonesia khususnya di Jakarta yang makin menegang, kelompok pemuda menuntut Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan yang terlepas dari pengaruh Jepang.

Namun, tuntutan itu disikapi berbeda terutama oleh golongan tua yang tergabung dalam BPUPKI-PPKI yang dimotori Soekarno dan Hatta.

Dalam situasi yang genting itu, sejumlah kelompok pemuda yang dipimpin Chairul Saleh kemudian menggelar rapat di Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur pada 15 Agustus 1945 pukul 20.30.

Dikutip dari dari Mohammad Hatta, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 terbitan 1970, dalam rapat itu, mereka sepakat kemerdekaan adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak bisa digantungkan pada orang lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakannya perundingan dengan Soekarno dan Hatta agar mereka diikutsertakan menyatakan proklamasi.

Hasil rapat itu kemudian diserahkan kepada Soekarno serta Hatta. Tapi lagi-lagi sosok dwi tunggal tersebut menolak tegas keinginan dari kelompok pemuda.

Kemudian pada pukul 00.30 atau menjelang 16 Agustus 1945, para kelompok pemuda kembali menggelar rapat sebagai respon atas tutuntan mereka yang ditolak Soekarno dan Hatta.

Dalam rapat itu tercatat dihadiri Jusuf Kunto, dr Muwardi dari Barisan Pelopor, Shodanco Singgih dari Daidan Peta JakartaSyu serta Sukarni.

Dikutip dari Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI terbitan 1992, mereka kemudian sepakat untuk menyingkirkan Soekarno dan Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.

Soekarno dan Hatta kemudian "diculik" dan dibawa ke Rengasdengklok pukul 04.30 waktu Jawa zaman Jepang atau sekira 04.00.

Tak berapa lama, Soekarno dan Hatta dijemput untuk kembali ke kediaman masing-masing di Jakarta.

Setelah melalui berbagai perdebatan dan pertimbangan, diputuskan kemudian kemerdekaan Indonesia harus ditentukan sendiri tanpa bergantung Jepang.

Bertempat di kediaman Laksamana Maeda yang merupakan Kepala Kantor Perhubungan Angkatan laut Jepang dirumuskanlah naskah proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Detik-detik Proklamasi

Menjelang subuh 17 Agustus 1945, Soekarno, Hatta serta Ahmad Subardjo menemui para tokoh pemuda dan tua yang sudah menunggu di serambi muka kediamana Laksamana Maeda.

Soekarno pun meminta mereka untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran itu diperkuat oleh Hatta.

Tetapi Sukarni mengusulkan agar yang bertandatangan di naskah proklamasi cukup Soekarno dan hatta saja atas nama bangsa Indonesia. Usulan itu kemudian disetujui.

Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi sesuai yang sudah ditulis tangan oleh Soekarno disertai perubahan yang telah disepakati.

Pada 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 bertempat di depan rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, dibacakanlah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Keesokan harinya yakni 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang kali pertama. Di dalam sidang itu berhasil ditetapkan Undang-undang Dasar atau UUD hasil rancangan Panitia Kecil di dalam Panitia Hukum Dasar yang diketuai Soepomo sebagai UUD bagi negara Indonesia.

%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 13 0 R 14 0 R] /MediaBox[ 0 0 595.4 842] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœ½\ks·Õþîÿ~$;æj�½g:�ÄqÜ8i2n­·™NÒ”D],Yb$Ò©ûë_\Î�«XMÒ°âÀ98—ç\ òè«ûíÕùêt;ûóŸ�¾ÚnW§—ë³ÙÏGÇw›Ú¬�Þ®.®nWÛ«»Û¿üeöòÕ׳_Ÿ?k›¢UÕ¬ëu13]×EßÏtU”º™Ý¯Ÿ?ûéO³ÛçÏü@óÌì²_?vôZÍT9;>þLÍJó¯šueÑÃä¡-úÙñ‡çÏÊÙ¼üõù³Ÿçoÿž÷üÙ7fîߟ€Vå&'i½[tö¿¿˜éŲ™·‹e5WðR?-Jë¢Ìq±|jZMQçhÙvðÒ¸mªv>ûe¾Xöó <¸_¨j~µXªn~ŸmY<1w]›çnö´´ª².†?†TSõ0+EkVš%fǧ†¦ûç‰)7}QõÌ.ƒãö �yî»EóǺSš�ÿ‘?¥‰U°½^çZÆiÀŸÚù¼·NtÕ˜¿Íƒµð¹NÕI{£—,‡‘ 8r•*= Ы¡h»$ÐÃÀ Ù‚qÓ%W5uUÆ4¿]Ý©óHåâªÜ_VHc³ý,6Œl›4ä€oÖÖ7UÙèòiÉUŽlÊF?�T[tvX=í]ÍtèùRUo \çLüŸt¬»ÝØȵC“Zÿ¬I«¢ÉrÒ<1­®°éØÇþlZà ÿhÄ«•ê�KÄ=µŸjkÅ9 }ZZ&jN…ÌÏ¥Õ©BeiCîe¡ï^v5ž–‰¦ÔÙ FèR?-U3\u¹­-�C£©Q—ÑɧÓÀù¾efßüðõì(Sg½¼Ûnï>äJ- Ô6 ‚’ë3ÚÜP—GhMU誛ժ/šÊl±Ð£úM›%`˜ù?;LÇÃrù�É6Z3µµSÇLüýs T�*:¹þw;Ä› ¬lZeÁ~öÖd�kLÎàWÀ°?¯í—[‡S%K;NÐíìë§ÜKÝuÅ°_Xæ%®IÈŒ)šWã‹÷Æâê¾84Äk ÚZ�›jÖ=ÿðl5&#Oð±÷‡ÜÇ~v=ØuËÿêÇÔhLnL´ñº ÍñdªÆ:« ôkÌjz¡=i”Tà�jJúödÍr€AI²I§­Û}; ¡˜ô·,ê²,I”m@p0ÿuôlZ×Àb•ªádóÅ0/&Y›ìI_­<‰/7�Ð*™±uÐŒP¾I˜5es€2+ÁÂÎŽÞ¶þðõ›W³òèo«Û‹ÙüáãòÝ7¦G¯ ÊÕ‚‚±à¹3*ôñàçù[[‚Ý›5 >�™´ñ{À”õ‡õý¢6€±Ôóõu{�` ‰õV«Û°Ð›´LÌvH—ÜÛõÃÕÊœ™�)SÖs5Ôð¼ÉA|mªIe™Ú”…’Cý⃩0+ËÖYnî` *ÚÍ�áÑ` ªít/°‡Í–½Þ. »ùùb9dƒ”VÆ Œ ê’–~ëlÍîïÍ +Xf}áÀ¶ãt˜b죘˜µÊíÂÄ"H�9©½¤„ÍÔ3¥„Íè¡3¡§Ó¦œš´œŽM02ro‚ªßrë}c¬ÂšZcda»°_óèG#ü]x|¬6f5óí —‚ ¢}Ô`ëloÄe^Þ*³"VU¯l—ƒ³úb¡”ãí ¼ÌàíO�±O]‡vÔÆtlÄõû»„ öía¶ug‚l'ÙÖ‡ÙÖÝ “\[^ÍË·63°‰‚çøµýÃ|d9{0O>˜ÿÜNqY „Žç²:ÌeÕ93M³ù7àÌjþZ0Äú¯�”(™ÌÛû „ë`J“Œ¤QÖÅ>êÃûh õéù> ·.¿Èâ� uo¢Ï¼Ê<†ß¦í^¯P ?¡ÝØM¿‡·ÎäZáµU+€Ò²!pˆQ7™ €Îí¨¨Ø®�ÈJؼb möðB/†ù‹ ^jx±åõî@˜°ž©r’ì Á7Ú ž�ý¿ˆ¼´™´þ rÿ ï· rðƒ³.ûÉÖù äÌ—$›A�=†¾ƒè’år$Ä:Q)ÈÔô¬5åórçu† 2b¹° Ý㾑c?¬¼Lnr“êª6‰™þ9 ¨Æ¢ª˜eg¬QŒg ä;û'èeoO˜€[§–;æÿ ö]gþúÒDMÝÕzU¹­4óÂÚÕé�–±qEþRU`ùFwMŸ�c19\%¥IØöÛ"ϧ…©Ã– ßMòš“Âå"¼v¿¼r™y»s3œmžÚ¿`qj3ÞPm‚ d¯|Gã 2ÚQÝÙ’&­ë ;~·YÝ¢)7 S6Y4¤¹mÓ?Ìîa#‚\NWh{uZƒJáÙ‡}NÕîG¦²…|¶mmŸ‹ec RÊßÊtát áhÕÁaÇX876#‚à8õ�O=߀?¬ðC°˜‡§2›ª,zqÉÔûÝG‚Ž=ª¦ˆLbh }†±XÞ›M`\‹øÍ¥4Þ™Þ‡.Gìzˆ&_ÚΈ“HË…S#®ÆxׄHÖ¨Ò•¼¸¿1bðÅßf»|ù�E,òT"ßÖÍĵUgòÑz�U­4íñ«E¥ Q7–·Xv Xã¯÷µy{½—œJøAeb˜’$öó¬½@®Î–o^-¦T6­Iø&.^åIÛómÙ‘¸Zƒ$.\þfþº· IJ³±¡îMYas?Ûª³y­½u Ü´hŒ_-´¦) DŽ5Œ²3×´®y´q’Ü”[6�V³m]Ó°³ëv6bÁ­]�KºWÈœ\ÚLûdé†.ѱ ±p–~û©Ý—e‰D°u9¾yûÂ�®ÀÅ—ÞÎnPB|++¾€ÄÊxÕ5C !Ï'CÈÀÍ¢vŸ =XðÚŸY�*£¿ƒÀÓ.°°sBô«�Ôe×ùÔå…#üö‚LýÓ3r�2& Õã@³îe)Õà¹% "þZ“4v‡›%¡¿ ~P hâ4xDðÖ×Õðt#&ñut-²Söë°g)‘Ÿ´ UVLÂüGŸîÑ.üÍEŽšY&J˜�#÷½@–8@ô )üe@cí–8shD;FåÝ*»2ŒÞ úD Ì‘¦$½ïJ3CÖ7lù·PKIÄ☱_»í@àúÎ-ä \± 2µí­”Är¤©K”¬wltåpš5ìÈ‘_IùNÛ­]ÚJ-Þ?Cëð`3R—íâ‡ò¾uÇ‚‚pÞ›òËÜVOæÁ /5¼d[±ƒ­b…¨rEe]–p|.Æ*`ƒÈØ¿~Y@ñïÍ& ‚åÒBÕ:@’,NÚ}.sqrH4-œ:‰øeBÅ„h�Ä~6èÂ"j¥;èŠù5>‰0Íæ‡o¶"ôéfà-£÷6!¶ã�tY¼—|[v†ù)·XüصYÃÖ£ðšÞʵˆÝˆ ºf<$¬fS(L„ÚCê¬+0;§Îk„è3$„xpËГk³Ÿ¿t>¸ä¹YÛ*4�û‘ÆðË7©‘Þº�¥xØ-½ ȶe‰e…;ù×µ�}?r�}àÑÚÌz…É)Ë’B³MÈ0Û¼áhB³bÖa�Ta„Ž·S¼´R€n›1ù²‡ÈòIôZN.îìLP{_B«7åЇš. óVYW:!a!WLP•D:òµÀb4nƒ¾Î×� À§$tœÍ–ÙR�1žÜãR¤ ‰8` ûÙv„Ìß�Êm¿æ:†™]·qaìkQóto-ªK{Ž,ØÊÕ¢pDÓFcy-þ ù°áâ­ôÊ…¨ùù0j«¶­ó»qk Ñ‚)öm ݤqí…cØ*n'q8Q  @ÚºÓ’.èj‚ꛆP•û�RÄ}\eŽº¡”5¬¢9Øûu“kqx“�»yÿ‡¶ˆ9•`o&Jå©™=Jk°1I“Ïð-åXÜ$ºÀn0òR7Ó:Á‹hÃ,Ò¯$k£Þé¸Ý-º¨wåTï�ƒCŠ¯uÑ%ôîãÐA&’ß-Ê€‡+iÄãº�|Ï#ó©-¦‰ÃêÁÜ2™¶,­ÛÂ`ý®u‰[Ã&.?A“¶Š¦¬„5XêÜ0hVQ•%ÒTzeÔK!Jãœ6p ¤1Pß îï0,bt;÷g…eö�ò+¸LNö–ÍáÔE¦‘¢_ŽÉí¨çb»wÆ<žÁjQ¯-J™ü‘ïÈŒ�óF]ÞŒ0¸N»vKq ƒAQÖ5ooós¢ZÝï†7W<ÎD ajr ]«®%t2urM�1l.» F�êv€kCœ~Âô�ßâ©àuœŠ¶mVyW ¼rù6•ƒCiFd”•“�h®üJ„·X åÊdQU2E½eŽq-/úNÐ/P5Ú–¥ŸV ¿-‚tÙDY#ÚçRMÒ€1Œ|:éÇTe”)òDq>…3´öü9J¦\ÁÅI$AUŠ 5¾Gȯj)±ñìÕò¾ƒÃGFyêÀ5x\¦�šGƒè¡¥o0ó-¦¸5hÄö ]®˜Q¾Ì'i®æ�Ž;œÙ¨=§¡2Mj‚ñq(uó~>;D kùì3S€é 0Îl&Эë`ôgR–ðq×2¹E óöKµn�æ§u�¥XkJ)†ÀáVFÇAŒw"ÁòL%‘ï×nÛ"Þœ±0°Œ›oÃQÕ6eu&0ÿ¾Ã ¹€5ÊŠ„ßÂjèXã*/|.iÇ�š2Š�`“M�¸•GKQcq#艭óêCcûjEo2l:ur¡î*g"ö}ØU›AwÊå‘fÊÍ‘f„ß,}ß·Ô¥s]Ú//q拽‹¤®ûêÒÞhå‹ì¿l×úËvçWË×oFßkK^¶szÊâ]nñxEm¿Z€-/<¸Á(c‹@êaµpâá®�~±hGöpôº‰yWUUÄ”^9­Sd­)°¦kÄfþW÷S*Ö0ÁuÇ#Á©ÃÐü×ñº väRU¨qfœïEŽ´·�l¯ìeR«Öþ”…�Á~öyëÈ]ŬT;uõáÐÍWûŬª¬à'b¦Ü|=uÏö}m®L^ŠAÒÙÿÝ;•»¡*ï¼êAM…Ö“d«»¾ÐaÁc,<Ö!–�º”@»(eÁÈì>$´¦”5�ä))©Sc–€Äϳ|Ÿ óCÚíäò#b·[…zç˜$E§1ŽòCžìÆ-Ç+PœÈ8ù4”a ¨!1)Å ¡ðÖÎýhCÙÊë£ÈÄ/ _zîxsõ&„&êÉ Í·-‹N–j¤ª¸?óë~L mY™ÎÚm©KœŽTåž’a = ‡ïìè*A£9D;§+]Ö ú�D&·Ý¶e:‚5åý×­²CJØÄÄ-ROa‘³õÿÚ_ŽâŒGÆúÛo �†�¾…¶ìÈÙðº$Ù¾’yuRµlµ}r ¼Òþ@윮Žlž2½ro�ÖûÄÅ©'77ÃîÇËŽ²S?�ˆ¡£…s÷jH c5L<ÅÂbÃ\7½ñÜýJû«B #ªÇx¶ˆ(ô�éŸÂŽÑý3‰F\f'èÃî,úp“A×%…ª^°§šE³=�#¨d_à0~7ÞXU ÉŽ–^#:¥ŽxìvO#ÜÝœÝ×hR}1H‰d;MZ‘ðR­&~oÖ0c•FÒãÞ÷H1²õ„˜‡îÖÂì”%;Ò»¤&UGZw”çP9$Ï KO}O5ÜôÚJØ‹Qõ”Žhäéd¸™Öa=eqH”Œ&p(À- ¦ñ:­å!y’Ÿ%ÈMX nÃâÐ�TÄ6lÛ†<›ˆÉ™�ð³l®K-ÄŒ~\„Q5\ÈdEö_ì6ð¤G3ë¿‹’Y`¾uFCøNUˆY™ƒ‹¾+b¦²_¨ìïOŠ±wÎo†`Âú1NM¿Ô¾-Ä€®êÆN§ðh5GÐWü¥Ù|±I³y„Ívýltp/Vœ˜éTü~Ô†¸Ó�^ÚO0…¦óé �T]ê‘Š!Ž P—¤ýž£¯ÝЖè ÄP

¾Ì'i®æ�Ž;œÙ¨=§¡2Mj‚ñq(uó~>;D kùì3S€é 0Îl&Эë`ôgR–ðq×2¹E óöKµn�æ§u�¥XkJ)†ÀáVFÇAŒw"ÁòL%‘ï×nÛ"Þœ±0°Œ›oÃQÕ6eu&0ÿ¾Ã ¹€5ÊŠ„ßÂjèXã*/|.iÇ�š2Š�`“M�¸•GKQcq#艭óêCcûjEo2l:ur¡î*g"ö}ØU›AwÊå‘fÊÍ‘f„ß,}ß·Ô¥s]Ú//q拽‹¤®ûêÒÞhå‹ì¿l×úËvçWË×oFßkK^¶szÊâ]nñxEm¿Z€-/<¸Á(c‹@êaµpâá®�~±hGöpôº‰yWUUÄ”^9­Sd­)°¦kÄfþW÷S*Ö0ÁuÇ#Á©ÃÐü×ñº väRU¨qfœïEŽ´·�l¯ìeR«Öþ”…�Á~öyëÈ]ŬT;uõáÐÍWûŬª¬à'b¦Ü|=uÏö}m®L^ŠAÒÙÿÝ;•»¡*ï¼êAM…Ö“d«»¾ÐaÁc,<Ö!–�º”@»(eÁÈì>$´¦”5�ä))©Sc–€Äϳ|Ÿ óCÚíäò#b·[…zç˜$E§1ŽòCžìÆ-Ç+PœÈ8ù4”a ¨!1)Å ¡ðÖÎýhCÙÊë£ÈÄ/ _zîxsõ&„&êÉ Í·-‹N–j¤ª¸?óë~L mY™ÎÚm©KœŽTåž’a = ‡ïìè*A£9D;§+]Ö ú�D&·Ý¶e:‚5åý×­²CJØÄÄ-ROa‘³õÿÚ_ŽâŒGÆúÛo �†�¾…¶ìÈÙðº$Ù¾’yuRµlµ}r ¼Òþ@윮Žlž2½ro�ÖûÄÅ©'77ÃîÇËŽ²S?�ˆ¡£…s÷jH c5L<ÅÂbÃ\7½ñÜýJû«B #ªÇx¶ˆ(ô�éŸÂŽÑý3‰F\f'èÃî,úp“A×%…ª^°§šE³=�#¨d_à0~7ÞXU ÉŽ–^#:¥ŽxìvO#ÜÝœÝ×hR}1H‰d;MZ‘ðR­&~oÖ0c•FÒãÞ÷H1²õ„˜‡îÖÂì”%;Ò»¤&UGZw”çP9$Ï KO}O5ÜôÚJØ‹Qõ”Žhäéd¸™Öa=eqH”Œ&p(À- ¦ñ:­å!y’Ÿ%ÈMX nÃâÐ�TÄ6lÛ†<›ˆÉ™�ð³l®K-ÄŒ~\„Q5\ÈdEö_ì6ð¤G3ë¿‹’Y`¾uFCøNUˆY™ƒ‹¾+b¦²_¨ìïOŠ±wÎo†`Âú1NM¿Ô¾-Ä€®êÆN§ðh5GÐWü¥Ù|±I³y„Ívýltp/Vœ˜éTü~Ô†¸Ó�^ÚO0…¦óé �T]ê‘Š!Ž P—¤ýž£¯ÝЖè ÄP

Permintaan Pembacaan Ulang Proklamasi

Ingat lokasi proklamasi diubah? Pergantian lokasi ini rupanya membuat sekitar 100 anggota Barisan Pelopor terlambat. Mereka harus jalan kaki kembali dari Lapangan Ikada ke Jalan Pengangsaan, sedangkan Lapangan Ikada saat itu ramai oleh warga.

Para anggota Barisan Pelopor yang terpaksa terlambat menuntut pembacaan ulang proklamasi. Tuntutan ini ditolak, lalu Mohammad Hatta memberikan amanat singkat.

Nah, itu dia suasana peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kini, pascapandemi, upacara HUT ke-78 RI sudah dapat kembali diselenggarakan secara tatap muka seperti pada hari kemerdekaan Indonesia.

Bangkinang | www.pa-bangkinang.go.id

17 Agustus 1945 diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Pada hari itu, Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa tersebut menjadi titik awal Indonesia terbebas dari para penjajahan.

Namun begitu, ada beberapa peristiwa yang mendorong dilakukannya proklamasi kemerdekaan, peristiwa proklamasi diawali dengan insiden jatuhnya bom atom di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Kemudian, disusul dengan jatuhnya bom atom kedua di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Peristiwa jatuhnya bom atom tersebut mengakibatkan Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Asia Pasifik. Wallhasil, Kaisar Jepang Hirohito memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Keputusan Jepang menyerah tanpa syarat disiarkan melalui radio nasional BBCl pada 15 Agustus 1945.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah hibah dari Faradj Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia (17 Agustus) atau dalam bahasa sehari-harinya disebut sebagai Tujuh belasan adalah hari libur nasional di Indonesia untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945. Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan dan mensyukuri Peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan meriah, mulai dari melaksanakan upacara bendera hingga melakukan berbagai macam perlombaan.

Menjelang Hari Kemerdekaan, Presiden Indonesia selalu memberi Pidato Kenegaraan di Gedung MPR untuk menyambut Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta lagu kebangsaan Indonesia pasal 7 ayat 3 mengatur tentang kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah NKRI, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus. Kini, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk mengibarkan bendera merah putih selama satu bulan penuh di bulan Agustus dari tanggal 1 hingga 31 untuk memperingati HUT RI.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pasal 7 ayat 3 mengatur tentang kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah NKRI, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus. Kini, pemerintah menghimbau kepada masyarakat untuk mengibarkan bendera merah putih selama satu bulan penuh di bulan Agustus dari tanggal 1 hingga 31 untuk memperingati HUT RI.

Selain mengibarkan bendera merah putih, masyarakat juga memasang umbul-umbul dengan pola merah putih pada sepanjang jalan desa, kota dan provinsi serta menghiasi lingkungan dengan nuansa merah putih sebagai representasi dari warna bendera negara sebagai wujud Nasionalisme untuk memeriahkan hari kemerdekaan

Selain mengibarkan bendera merah putih, masyarakat juga memasang umbul-umbul dengan pola merah putih pada sepanjang jalan desa, kota dan provinsi serta menghiasi lingkungan dengan nuansa merah putih sebagai representasi dari warna bendera negara sebagai wujud Nasionalisme untuk memeriahkan hari kemerdekaan.

Upacara dalam rangka memperingati HUT kemerdekaan Bangsa Indonesia dilaksanakan pada pagi dan sore hari pada tanggal 17 Agustus. Pada pagi hari, dilaksanakan upacara peringatan detik-detik proklamasi dan pengibaran bendera merah putih serta pada sore hari dilaksanakan upacara penurunan bendera merah putih, ini dilaksanakan baik di tingkat pusat (Istana merdeka), provinsi, kabupaten/kota, hingga luar negeri.

Untuk memperingati hari sakral kemerdekaan Bangsa Indonesia, Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Pengibaran Sang Merah Putih di tingkat nasional/pusat dilaksanakan di Istana Merdeka yang dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara.

Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan, pada tanggal 17 Agustus, Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi dan Pengibaran Sang Merah Putih juga akan dilaksanakan di tingkat daerah yaitu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tingkat daerah akan menyelenggarakan upacara tersebut lebih pagi daripada tingkat nasional, yaitu pada pukul 07.00 waktu setempat. Serta Upacara Penurunan Sang Merah Putih akan dilaksanakan pada sore hari. Upacara tersebut akan dihadiri oleh Gubernur untuk upacara di tingkat provinsi yang akan dilaksanakan di ibu kota provinsi, serta untuk di tingkat kabupaten/kota akan dihadiri oleh Walikota/Bupati setempat.

Pada tanggal 17 Agustus, Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi dan Pengibaran/Penurunan Sang Merah Putih juga dilaksanakan di Perwakilan Diplomatik Indonesia di luar negeri yaitu di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan/atau di kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI), dan selaku inspektur upacara adalah Duta Besar Indonesia yang ditugaskan di negara tersebut.

Perlombaan yang sering kali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia biasa diadakan di berbagai daerah. Ragam perlombaan tersebut diantaranya adalah:

Tidak hanya perbedaan yang mencolok dalam jumlah korban, tetapi juga perbedaan pendapat yang tajam tentang keabsahan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pendapat tentang  kembalinya Belanda setelah pendudukan Jepang selama lebih dari tiga tahun. Pandangan-pandangan yang berlawanan disertai dengan gambaran-gambaran yang saling bertentangan tentang 'musuh' dan tujuan, keandalan dan metodenya, baik dalam pertempuran maupun di meja perundingan. Di samping perbedaan-perbedaan tadi, tentu ada juga contoh saling pengertian, rasa sesal, dan keinginan untuk rekonsiliasi, baik selama perang dan, terlebih lagi, setelah perang berakhir. Tetapi, bingkai perselisihan (yang dibangun di atas sejarah panjang kolonialisme) masih hidup sampai sekarang.

Arsip dan perpustakaan adalah habitat tradisional para sejarawan. Akan tetapi, penelitian sejarah modern semestinya juga merangkul sumber-sumber yang berada dalam jenis koleksi dan lingkungan yang lain. Selain itu, sumber-sumber baru kini bisa diperoleh melalui sejarah lisan. Bijzondere Collecties Perpustakaan Universitas Leiden memiliki banyak koleksi sumber unik yang berhubungan dengan kolonialisme Belanda, yang dikumpulkan oleh KITLV. Pameran ini menampilkan materi pilihan yang menggambarkan tahun-tahun Perang Kemerdekaan di Indonesia, yaitu tahun 1945-1949. Sumber-sumber yang tersimpan di Koleksi Khusus Perpustakaan Universitas Leiden tersebut tidak hanya dapat menjelaskan perang yang pernah berlangsung, tetapi juga menunjukkan betapa berbedanya cara pandang masyarakat saat itu. Oleh karena itu, pameran sederhana ini juga merupakan ajakan kepada semua pihak untuk merenungkan kembali bingkai pemahaman masing-masing atas peristiwa sejarah ini.

Jakarta, VIVA – Hari ini, tepat pada tanggal 17 Agustus, kita kembali mengenang momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia, yakni Proklamasi Kemerdekaan.

Sebuah tonggak penting yang menjadi puncak dari perjalanan panjang perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan.  Namun, sebelum membahas momen sakral tersebut, penting bagi kita untuk melihat sekilas tentang sejarah Indonesia yang membentang jauh sebelum proklamasi itu sendiri.

Wilayah Indonesia telah menjadi saksi perjalanan panjang peradaban manusia. Dimulai dari temuan fosil Homo erectus, yang dikenal sebagai Manusia Jawa, menunjukkan bahwa wilayah kepulauan ini telah dihuni sejak dua juta hingga 500.000 tahun lalu.

Perdebatan mengenai kebenaran temuan tersebut terus berlangsung hingga kini, namun tak dapat dipungkiri bahwa manusia modern mulai bermigrasi ke Nusantara sekitar 25.000 SM.

Bangsa Melanesia merupakan salah satu kelompok pertama yang mendiami wilayah ini, membentuk fondasi kebudayaan awal. Lalu, sekitar tahun 2.000 SM, bangsa Austronesia dari Taiwan mulai datang, menekan penduduk Melanesia ke wilayah timur.

Di era inilah peradaban Proto-Melayu dan Deutro-Melayu mulai tumbuh dan berkembang, membentuk peradaban yang lebih maju.

Memasuki awal abad Masehi, berbagai kerajaan kecil mulai bermunculan di wilayah ini. Kerajaan Kandis di Sumatera yang berada di sekitar wilayah Riau modern, diidentifikasi sebagai salah satu yang tertua.

Di Pulau Jawa, Kerajaan Salakanegara berdiri pada tahun 130 Masehi, menjadi kerajaan Hindu pertama di Nusantara. Kerajaan ini berkembang menjadi Kerajaan Tarumanegara pada tahun 358 Masehi.

Di Kalimantan Timur, Kerajaan Kutai berdiri pada tahun 350 Masehi, diikuti oleh Kerajaan Tanjungpuri dan Nan Sarunai di Kalimantan Selatan pada abad ke-6.

Kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang didirikan pada abad ke-7 Masehi, berkembang menjadi salah satu kemaharajaan terbesar di Asia Tenggara hingga abad ke-11.

Kerajaan Sriwijaya juga turut membentuk dinasti Hindu-Buddha di Jawa melalui Sanjaya dan Syailendra. Dari sinilah, kerajaan-kerajaan besar seperti Kerajaan Kediri (1045–1222 Masehi), Singosari (1222–1292 Masehi), hingga Majapahit (1293–1527 masehi) muncul.

Majapahit khususnya, tumbuh menjadi salah satu kerajaan terbesar dengan wilayah kekuasaan meliputi sebagian besar Indonesia, Semenanjung Malaya, hingga sebagian Filipina dan Papua.

Naskah Proklamasi Rampung

Pada 17 Agustus 1945 sekitar pukul 05.00 WIB, perwakilan golongan muda dan tua rampung menyusun naskah proklamasi yang ditandatangani Soekarno-Hatta sesuai usulan Soekarni. Mereka bersepakat memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 WIB dan kembali ke kediaman.

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan